
Mojokerto — Seorang narapidana kasus narkoba berinisial Y, yang kini menjalani 1,5 tahun dari total vonis 7 tahun 6 bulan, mengungkap dugaan praktik kotor dalam proses hukumnya. Kesaksiannya tak hanya menyinggung manipulasi berkas, tetapi juga menyeret nama seorang kanit narkoba Polda Jatim berinisial A, yang bahkan disebut Y sebagai bandarnya.
Y ditangkap Polres Mojokerto Kota dengan barang bukti awal 50 gram sabu. Pada BAP pertama, ia mengaku telah membeberkan seluruh jaringan, termasuk nama A. Namun dua hari kemudian, keadaan berubah drastis.
Menurut pengakuannya, A datang langsung ke Polres Mojokerto Kota bersama seorang pengacara berinisial I. Kedatangan mereka, kata Y, membawa tawaran jelas: meminta Y menghapus nama A dari BAP dengan imbalan vonis diperingan menjadi 2 tahun serta kebutuhan keluarga Y yang akan “ditanggung penuh”. Ketika Y sempat bertanya apakah BAP bisa diubah padahal telah selesai, A dengan santai menjawab, “Bisa.”
Y akhirnya mengikuti permintaan itu. Namun yang membuat pengakuan ini kian janggal, perubahan BAP justru dilakukan di dalam Lapas — bukan di Polres seperti lazimnya. Dalam BAP susulan tersebut, barang bukti yang semula 50 gram tiba-tiba berubah menjadi 30 gram.
Meski demikian, janji manis itu tak pernah ditepati. Vonis Y tetap 7 tahun 6 bulan, jauh dari kesepakatan 2 tahun. Sementara janji “menanggung keluarga” hanya berwujud dua kali pemberian uang sekitar Rp500 ribu.
“Saya cuma diminta hapus namanya, tapi hukuman saya tetap. Janjinya cuma tinggal janji,” ungkap Y kepada redaksi.
Upaya konfirmasi langsung kepada pejabat terkait di Polres Mojokerto Kota juga telah dilakukan. Ketika awak media mencoba menemui salah satu anggota berinisial K, ia menyampaikan bahwa pimpinan sedang berada pada “dinas luar”. Saat ditanya kapan pejabat terkait dapat ditemui untuk memberikan klarifikasi, K menyebut tidak dapat memastikan waktunya.
Apabila kesaksian Y benar, maka dugaan ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi dapat mengarah pada perusakan berkas perkara, intervensi proses hukum, pemangkasan barang bukti, dan penyalahgunaan jabatan oleh aparat penegak hukum.
Kasus ini kembali memperlihatkan ironi pemberantasan narkoba di Jawa Timur: ketika para pengedar diburu, justru oknum aparat disebut ikut bermain di balik layar.
Redaksi masih menelusuri pihak-pihak lain yang disebut terlibat dalam dugaan praktik ini. Bersambung…
Pewarta : Parman














