Indonesiapos.news – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengungkapkan sejumlah syarat pekerja yang berhak mendapat tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2024. Ketentuan penerimaan THR tahun ini tertuang dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang terbit pada 15 Maret 2024.
“THR ini dimaksudkan untuk membantu meringankan beban biaya dalam memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya dalam menyambut hari raya keagamaannya,” ucap Ida dikutip dari Antara, Senin (18/3/2024). Lantas, apa saja syaratnya?
Syarat pekerja yang mendapat THR
Ida mengungkapkan, THR diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR itu berlaku untuk pekerja baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), hingga buruh harian lepas yang memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan.
Aturan THR itu kemudian termaktub dalam Peraturan Menaker No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Diketahui, pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah. Kemudian, pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai perhitungan masa kerja bulan dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Sementara pekerja dengan perjanjian kerja harian lepas dengan masa kerja 12 bulan atau lebih, THR-nya adalah upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir. Adapun bagi pekerja harian lepas seperti buruh, yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, THR dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut. Sedangkan untuk pekerja yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, THR dibayarkan sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan
THR tidak boleh dicicil
Ida menyampaikan, THR tersebut harus dibayar secara penuh atau tidak boleh dicicil, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024. “THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Sekali lagi saya pertegas kembali, THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” ujar Ida, dilansir dari Antara, Senin (18/3/2024).
Lebih lanjut Ida menegaskan, THR merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh.
Adapun THR harus dibayarkan secara penuh paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Meski begitu, Ida mengimbau kepada perusahaan agar membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo kewajiban pembayaran.
Kemenaker sendiri membuka Posko THR untuk melayani konsultasi penghitungan THR peserta pengaduan secara fisik atau tatap muka, dan juga secara daring. Masyarakat dapat menghubungi Posko THR secara daring via poskothr.kemnaker.go.id, menghubungi Call Center 1500-630, atau WhatsApp 08119521151.