Setiap 10 November, bangsa Indonesia tidak lupa memperingati hari Pahlawan. Dalam artikel ini, saya sengaja menulis pahlawan berjasa dan pengalaman saya terlibat dalam partai politik pasca jatuhnya Order Baru (1998-2002). Dulu, kita kenal istilah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka itu adalah insani yang bekerja sebagai guru. Ilustrasinya yang paling dikenal adalah seorang guru naik sepeda onthel, dengan tas kulit di boncengan.
Nama yang sering digunakan untuk seorang guru adalah Oemar Bakrie. Bahkan, lagunya sering dinyanyikan oleh penyanyi legendaris, Iwan Fals. Guru digambarkan sebagai sosok pegawai sederhana. Naik sepeda Onthel. Ke sana kemari, senantiasan membawa tas kulit. Tas itu ditaruh di boncengan sepeda. Itulah gambaran sosok guru, dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa.
Seiring perkembangan zaman, muncullah Undang-Undang Guru, UU no 14 tahun 2005. Aturan formal ini sebagai perjuangan kaum Oemar Barkie saat itu setelah reformasi jatuhnya orde Baru. Konsep Undang Undang ini sudah jauh saya ketahui sebelum digedhog di DPR. Undang-Undang inilah yang akhirnya mengubah predikat Pahlawan tanpa Tanda Jasa menjadi Pahlawan dengan Tanda Jasa saat ini.
Konsep UU inilah yang mendorong para kaum Oemar Bakrie bergerak membentuk Partai Politik. Saya saat itu, sangat antusias dengan berdirinya Partai Guru. Nama partai itu adalah Partai Mencerdsakan Bangsa (PMB). Peristiwa berdirinya partai ini sangat revolusioner. Saya juga tergabung dalam susunan pengurus partai guru ini.
Saya saat itu, saya sebagai Kepala Biro (Kabiro) Pemenangan Pemilu tingkat DPD Jawa Timur. Ketua PMB di Jawa Timur saat itu, dipandegani oleh keua PGRI Jatom, almarhum Drs. Masini. Adapun, ditingkat nasional, di Jakarta, PMB diketuai oleh Politikus Balkan Kaplale. Di Jatim sendiri, partai guru ini sangat revolusioner. Bergerak cepat dan membludak.
Pergerakan secara cepat itu ditunjang oleh sukarelawan para guru di setiap DPC kecamatan. Banyak di antara mereka “menghibahkan” rumahnya sebagai kantor DPC. Salah satu syarat dikabulkannya sebagai partai politik, setiap DPC harus ada kantor dan administrasinya. Dalam waktu singkat, semua DPC di seluruh kecataman di Jawa Timur terbentuk. Saat itu sudah 23 propinsi se-Indonesia. Sayat partai politik bisa didaftarkan ke pusat minimal 20 propinsi. Jadi, PMB saat itu sudah memenuhi persyaratan itu.
Pada saat pelantikan di Hotel ELMI Surabaya, jumlah peserta membludak. Bahkan, sampai di luar hotel karena rungan yang disewa tidak mencukupi. Bergembiralah, para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa saat itu yang ingin mengubah nasib menajdi Pahlawan dengan Tanda Jasa.
PMB sungguh bergearak cepat. Perjuanagn Oemar Bakrie untuk bisa bersuara di DPR sebagai perwakilan rakyat se-Indonesia. Setiap malam hingga larut pagi, saya sering blusukan bersama sekretaris PMB DPD Jatrim, Prof. Dr. Gempur Santoso. Bersama beliaulah, saya mengingat betapa antusiasnya kaum Oemar Bakrie dalam perjuangannya.
Ternyata suara guru se-Indonesia besar sekali dan mudah digerakkan. Guru memiliki anak saudara dan bahkan kerabat keluarga. Mereka mengelembung. Namun, guru ternyata ditakdirkan sebagai profesi yang tidak bisa menjadikan partai politik. Saat mendekati verifikasi di pusat, banyak berita kasak kusuk, bahwa akan ada aturan, kalau guru dan dosen yang menjadi anggota partai harus keluar dari profesi guru. Autran itu akhirnya muncul dan mereka mundur satu satu kembali ke habitatnya.
Selain adanya kasak kusuk berita larangan guru dan dosen menjadi anggota partai politik, dan harus keluar sebagai guru atau dosen itulah yangcmemupuskan partai PMB. Namun, masih ada juga yang bertengger tetap menjadi pengurus sebelum atuan itu ada. Lebih kurang beruntung lagi ketika verifikasi di pusat Jakarta, ternyata PMB tidak dikabulkan oleh ketua KPU Pusat. Saat itulah, berita menyebar, dan banyak yang berkoalaisi ke beberapa partai besar. Saya juga ditawari menjadi sekretaris sebuah partai besar saat itu. Namun, saya menolaknya. Saya ingin kembali ke habitat sebagai Pahlawan dengan tanda jasa.
Pada dasarnya, saya sudah puas karena saya yakin konsep Undang Undang Guru dan Dosen akan digedok oleh DPR pusat. Saya tahu isi konsep UU tersebut karena di antara pengurus PMB pusat ada yang sebagai konseptor. Saat itulah, kosnep UU tersebut sudah dibaca oleh beberapa pengurus Partai Mencerdaskan Bangsa (PBM), termasuk saya.
Dengan pengalaman perjuangan bidang politik itu, saya berpikiran kalau guru atau dosen sebaiknya tidak terlibat dalam partai politik, misalnnya mendirikan Partai Guru. Ini agar nilai-nilai pedagogis dalam karakter guru tidak terkontaminasi jiawa dan nafsu politik. Jadi, pendidikan harus dipisahkan dengan politik agar sistem dan proses manajemen dan leadesrhipnya berasis nilai-nilai murni pedagogis.
Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen no 14, tahun 2005 itu adalah momen bersejarah bagi kaum Ormar Bakrie menjadi pegawai professional. Mereka sekarang bukan lagi pahlawan tanpa tanda jasa, melainkan pahlawan dengan jasa. Sekarang banyak guru dan dosen naik mobil, bukan sepeda onthel lagi. Jasa itu terpotret dalam salah satu syarat yaitu keterampilan professional. Dengan UU Guru dan Dosen kaum Oemar Barkie diberi jasa secara professional seperti profesi-profesi lain. Itulah lahirnnya Sertifikasi Guru (Sergu) dan Sertifikasi Dosen (Serdos). Selamat hari pahlawan bertanda jasa. (*)