Pelajar dan Pendidikan Sastra

0
2192

opiniBerkaitan dengan pelajar dan pendidikan sastra di Indonesia, masih banyak hal yang perlu dikritisi dalam hal minat dan program pendidikan di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan masyarakat luas yang kurang begitu menaruh apresiasi terhadap hasil karya sastra. Permasalahan pun nyaris tidak pernah tuntas jika dikaitkan dengan pendidikan sastra dan masa depan mereka.

Misalnya saja, jika ada pelajar atau mahasiswa ditanya, “Apa yang Anda cita-citakan kelak jika melanjutkan studi dan lulus nanti?” Bisa dipastikan jawaban-jawabannya mengarah pada profesi pekerjaan yang  dianggapnya sebagai profesi yang lucrative—sebuah profesi yang bisa mendatangkan uang lebih banyak.

Akibatnya, kita akan mendapatkan berbagai jawaban berhubungan  dengan pekerjaan yang mendatangkan uang semata. Misalnya, mereka ingin menjadi manajer perusahaan, pengusaha sukses, ahli bidang kedokteran, insinyur perkapalan, atau juga pedagang. Dengan kata lain, jawaban-jawabannya hanya akan berhubungan dengan segala macam profesi dan uang. Oleh karena itu, jarang didapatkan jawaban bahwa mereka ingin menjadi seniman atau sastrawan sukses di negeri ini.

Fenomena tersebut sebenarnya berkaitan dengan kondisi sistem kehidupan dalam sebuah negeri. Sebuah sistem kehidupan dalam masyarakat luas yang nilai hidupnya hanya diukur dengan uang semata. Mereka jarang membayangkan dan memikirkan kehidupan yang didasari oleh keindahan sastra. Tak banyak dari anggota masyarakat tersebut yang akan menjawab bahwa mereka ingin melestarikan berbagai budaya yang berhubungan dengan pengembangan karya sastra.

Mengapa demikian? Ini bisa dimulai dari pendidikan sastra dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Di dalam keluarga, bisa dipastikan bahwa orang tua—ayah dan ibu—dalam sebuah keluarga selalu ingin putra-putrinya kelak menjadi ‘orang sukses’, dimana pengertian ‘sukses’ ini selalu diukur dengan posisi jabatan. Para orang tua di negeri ini jelas menginginkan putra-putrinya bisa bekerja di perkantoran, perusahaan, bank, industri, dan berbagai jenis jasa yang menggiurkan untuk mendapatkan uang.

Di masyarakat juga bisa terjadi pemikiran yang sama. Banyak masyarakat memandang putra-putri atau seseorang itu dikatakan sukses jika mereka sudah bekerja di perkantoran. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa profesi sastrawan tidak akan hadir di dalam benak mereka. Inilah yang menjadikan sebuah tatanan kehidupan dalam masyarakat yang secara tidak langsung ikut andil dalam perkembangan dunia sastra dan pendidikan sastra.

Dalam sebuah negeri, merupakan hal yang sangat dimungkinkan bagi kita untuk membimbing masyarakat dengan menggunakan media sastra. Sebagai contohnya, dengan membaca karya-karya sastra, maka para remaja atau pelajar, bahkan mahasiswa sekali pun akan memperoleh pengalaman menarik tentang kehidupan. Tidak hanya itu saja, melalui bacaan sastra, pelajar bisa mendapatkan pengetahuan akademik sekaligus konsep disiplin ilmu lain, seperti ilmu pengetahuan alam, matematika, dan ilmu sosial.

Melalui karya sastra pula, remaja bisa dipaparkan pada dunia seni dan peradaban. Ini juga menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan. Karya seni sastra juga menyuguhkan berbagai nilai kehidupan. Misalnya saja, novel Laskar Pelangi, yang akhirnya difilmkan, juga bisa memberikan ajaran-ajaran pada manusia, masyarakat luas dan keluarga tentang semangat hidup. Laskar Pelangi juga mengajarkan remaja untuk hidup berdampingan.

Lebih dari itu, Laskar Pelangi juga mengandung berbagai nilai pengorbanan dan sosial yang sangat berarti bagi kehidupan rakyat dalam sebuah komunitas. Kisah itu muncul pada sosok guru yang berdedikasi tinggi. Di samping itu, juga ada sisi kebersamaan antar kawan di dalam sebuah sekolahan nan kompak. Suatu sisi lain kehidupan yang bisa dikembangkan di dalam tatanan kehidupan di dalam masyarakat yang majemuk ini.

Masih banyak lagi hikmah yang dapat diambil dari membaca karya-karya sastra. Namun, semua itu masih membutuhkan apresiasi yang lebih besar dari pihak masyarakat dan pemerintah. Dari pihak masyarakat, bisa dilakukan dengan cara mengubah pola pikir dalam keluarga, bahwa kesuksesan tak hanya menyangkut materi semata, namun perlu juga diberi pemahaman tentang manfaat sastra.

Sedangkan dari pihak pemerintah, hendaknya lebih menekankan pada masyarakat dan jajaran pemerintahan itu sendiri mengenai pentingnya kesadaran untuk mengapresiasi sastra, khususnya di bidang pendidikan dan kurikulum pendidikan sastra. Jika masyarakat dan pemerintah memberikan apresiasi yang lebih tinggi terhadap sastra, maka dunia sastra pun akan dapat pula menjadi ladang bagi pelajar dan mahasiswa kelak jika mereka mengambil pendidikan jurusan sastra.

Programnya bisa dimulai dari penyediaan tenaga pengajar sastra yang terus menerus, memberikan wadah bagi pengembangan dunia sastra di sekolah-sekolah, serta tentunya dimasukkan juga dalam program sekolah dan pemerintah. Untuk kemudian dijadikan sebagai media pengembangan dunia sastra, sekaligus mendekatkan masyarakat agar sadar bahwa pendidikan sastra juga mempunyai prospek yang baik dalam kehidupan sebagaimana profesi-profesi lainnya.*****

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here