Artikel ini merupakan hasil wawancara dengan Prof. Dr. Angelica M. Baylon, Ph.D, Direktur Research and Extention Services Maritime Academy of Asia and the Pacific, Mariveles Bataan, the Philippines. Kemudian, hasil cuplikan wawancara ini ditulis ulang dalam bentuk artikel opini. Asli judulnya/ temanya adalah “What should universities (higher educations) do in the 21st Century, in connection with their education process and curriculum?” .
Dengan peningkatan jumlah penduduk, jelas perguruan tinggi (PT) atau universitas perlu mendidik lebih banyak mahasiswa. Dalam kaitannya dengan prospek itu, jumlah lebih besar dan lebih lebih beragam latar belakang semua calon mahasiswa. Ini juga menyangkut motivasi dan bakat mereka.
Dengan demikian, universitas perlu mendiagnosis latar belakang yang berbeda dari semua calon mahasiswa yang diterima. Ini bias dimasukkan dalam program penelusuran bakat dan minat. Program ini lebih tepatnya untuk dapat merancang berbagai program yang cocok untuk menentukan kompetensi mereka di masa datang.
Universitas merupakan tempat yang tepat untuk membangun harapan dan cita-cita masyarakat dalam wadah pendidikan. Pendidikan ini memiliki rancangan kurikulum tentang proses pembelajaran (learning process) dan untuk mengukur (to measure) hasil pembelajaran mereka (their learning). Oleh karena itu, universitas membutuhkan kurikulum yang lebih bias memberi keleluasaan pengembangan minat dan bakat yang bereda-beda dan tentunya bias merespons keragaman tubuh mahasiswa.
Beberapa respon terhadap keragaman ini misalnya kebutuhan akan datang dalam hal penyedia pendidikan alternatif. Kecenderungan perguruan tinggi yang banyak terkait dengan berbagai bakat, latar belakang dan minat, memberikan dampak peningkatan penyedia pendidikan khusus (specific education) yang berfokus pada kebutuhan khusus dan untuk menawarkan program yang sangat dibutuhkan. Misalnya, Teknologi Informasi (information system technology).
Di samping kebutuhan di atas, universitas juga harus mampu memberikan tutorial untuk kebutuhan khusus seperti keterampilan dasar dalam keterampilan bahasa, serta komunikasi bagi mahasiswa sebagai nilai tambha (value added) sebelum mereka lulus dari kampus mereka. Jadi, mahasiswa juga diberikan pelatihan teknis dan keterampilan terapan mungkin sangat diperlukan oleh dunia kerja di luar kampus.
Universitas tradisional atau universitas yang belum maju bias saja tidak bias memberikan ebrbagai kebutuhan keterampilan seperti yang dibutuhkan oleh dunia nyata. Jika memang demikian, maka mereka pasti menghadapi tantangan berat. Para lulusannya (output) atau alumni mereka bias saja kurang siap dalam menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya setelah mereka keluar dari kampus meeka.
Untuk itu, bagi mereka yaitu universitas yang belum siap, maka mereka diharapkan meninjau ulang kurikulum pendidikan secara umum dengan mengadakan evaluasi diri (self evaluation) secara keseluruhan di dalam universitas mereka. Hasil dari evaluasi diri itulah bias dijadikan kebijakan untuk menyusun program pendidikan yang komprehensif dengan mencakup rancangan kurikululm yang lebih memberikan masa depan mahasiswa mereka.
Di sinilah, dimulai kesiapan universitas dalam program penyediaan keterampilan dasar dan terapan yang dibutuhkan dunia kerja nyata. Keterampilan itu bias juga ditambha dengan keterampulan bahasa dan matematika untuk mempersiapkan lulusannya. Universitas dapat meminta atau mencari terobosan serta belajar dari penyedia teknologi informasi dan kewirausahaan dengan kerjasama dengan para industri atau perusahaan. Ini karena bisa lebih bijaksana semua materi matakuliahnya (courses) berisi semua keterampilan dasar dan ilmu tambhan terkait teknologi informasi serta sof skill lainnya yang benar0-benar diperlukan dalam dunia kerja.
Selama ini, di antara negara-negara berkembang, yang paling sukses adalah orang-orang yang telah dididik tidak skadar standar minimal. Mereka berhasil karena para lulusannya (mahasiswanya) sudah diberikan nilai tambah. Jika universitas hanya memberikan proses belajar mengajar (teaching and learning process) secara minimal atau standard, maka para lulusannya tidak memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage).
Oleh karena itu, universitas harus menyediakan lebih banyak kesempatan pendidikan untuk mahasiswa di luar persyaratan atau standar minimum. Sebab, dengan cara ini universitas sama halnya berprestasi dalam membangun manusia untuk bangsa di negaranya yang cakap. Dalam arti, pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar senantisasa mmelakukan inovasi utnuk menciptakan berbagai terobosan berupa keterampilan tambhanan untuk para mahasiswanya.
Universitas harus memastikan bahwa kurikulum pendidikan umum memberikan lulusannya keterampilan generik umum dalam komunikasi dan bahasa, latar belakang keterampilan khusus mereka dan jurusan untuk memberi mereka keunggulan untuk siap masuk dalam dunia pekerjaan. Pertama, kemampuan umum dan setelah itu, kemampuan tambahan (value added). Dengan demikian, mahasiswanya begitu lulus sudah mampu bersikap dan berkarakter profesional program sehingga mereka juga perlu adaptasi dengan perubahan yang cepat (they must be able to adapt to the fast changes outside).*