Sangat idealis jika suatu negeri memunculkan wacana terkait pendidikan karakter. Tidak tanggung-tanggung, bahwa sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang sudah diatur di dalam UU no 20 tahun 2003, sekarang ditunjang dengan wacana pendidikan karakter. Mulai orang nomor satu di jajaran pendidikan, yaitu Mendiknas Prof. Dr. M. Nuh sampai pada tataran bawah di sekolah-sekolah sudah berwacanariatentang pendidikan karakter.
Hilangnya nama mata pelajaran Pancasila dalam kurikulum akhir-akhir ini juga menjadi wacana sebuah perubahan dalam sisi sistem pendidikan. Ini khususnya mencakup kurikulum dan garis-garis besar program pengajaran (GBPP). Perubahan itu juga memengaruhi proses belajar mengajar terkait materi. Tidak hanya itu saja, pendekatan, metode, dan tekni pengajaran pun bisa berubah secara sistemik khsusus proses untuk pendidikan karakter.
Terkait dengan pendidikan karakter, maka kunci utama dalam penyelenggaraan dan proses pendidikan itu justru pada aktor-aktornya. Mereka ini adalah guru-guru yang tidak sekadar profesional di bidangnya, namun mereka juga sebagai guru yang berkarakter. Dengan kata lain, karakter itu diasumsikan sudah melekat di dalam pribadi guru-guru di sekolah di di negeri ini.
Karakter, dalam kamus Oxford Advanced Lerners, dijabarkan sebagai kualitas moral atau mental yang membuat seseorang atau kelompok, bahkan bangsa menjadi berbeda dengan yang lain. Semakin baik kualitas hidup seseorang atau bangsa semakin baik karakter orang atau bangsa itu. Dengan demikian, semakin banyak kualitas yang melekat di dalam diri seseorang, semakin orang itu dikatakan orang berkarakter.
Ada satu lagi di antara beberapa definisi di dalam Accurate and Reliable Dictionary (ARD) tentang karakter. Di dalam kamus ini, karakter dijabarkan sebagai kualitas khusus atau sejumlah kualitas hidup seseorang yang dibentuk karena alam, pendidikan, dan kebiasaan sehingga membuat seseorang beda dengan yang lain.
Dengan demikian, pembentukan karakter seseorang bisa di dalam tiga wadah proses, yaitu, alam, forma pendidikan, dan kebiasaan-kebiasaan hidup seseorang itu dalam sejarah kehidupannya. Dengan melalui tiga wadah itu, maka seseorang bisa menajdi orang berkarakter. Kumpulan serangkain nilai atau beberapa kualitas hidup yang baik dan melekat pada diri seseorang ini yang membentuk karakter seseorang.
Lantas bagaimanakah guru yang berkarakter itu? Guru yang ebrkarakter bisa diawali dengan menyimak definisi guru. Dalam UU no 14 tahun 2005, Parasl 1, ayat (1), guru didefinisikan sebagai berikut. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini jalur pendidikan formal, dasar, dan menengah.
Tugas utama guru banyak di dalam definisi tersebut. Namun, guru berkarakter adalah mereka yang memiliki tugas utama seperti di dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 14 tahun 2005 itu. Mereka diharapkan memiliki kualitas hidup atau nilai-nilai baik yang berguna untuk dirinya, orang lain (peserta didik) lingkungannya dan masyarakat luas.
Lebih spefisik lagi, guru di dalam UU tersebut diharpkan meiliki empat keterampilan: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dengan demikian, empat kompetensi itu sebagai kompetensi yang bisa membentuk nilai dan kualitas hidup seorang guru. Guru berkarakter bisa saja sosok guru dengan kualitas hidup baik dengan empat kompetensi itu.
Adapun cara memperoleh kualitas dan nilai hidup yang baik itu bisa diperoleh melalui alam lingkungan kehidupannya, pendidikan, dan kebiasaan. Jika dirinci, maka, lingkungan kehidupan tidak hanya di sekolah saja melainkan dalam kehidupan sehari-hari melalui kebisaan hidup sehari-hari pula. Karakter seperti di dalam definisi di atas, diperoleh dan kahirnya melekat secara koheren di dalam diri seorang guru.
Wacana pendidikan karakter yang dicuatkan pada fenomena kahir-akhir ini memerlukan kunci utama dalam penggerak proses pendidikan. Mereka itulah guru-guru yang berkarakter dan digembleng di dalam wadah tidak hanya formal saja melainkan alam lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan. Pendidikan karakter bisa dibangun melalui kinerja sistem pendidikan dan instrumen pemerintah lainnya yang sama-sama sinergis. Dalam arti bahwa, guru merupakan kunci utama, sehingga yang lebih urgen adalah kebutuhan guru berkarakter baru kemudian mendidik peserta didik menjadi insan-insan berkarakter.
Dalam UU no 14 tahun 2005, guru sudah jelas didefinisikan dan wajib memiliki empat kompetensi: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Jika, nilai dan kualitas hidup guru sudah menjadi sifat-sifat alami secara koheren melekat di dalam guru itu, maka itulagh guru berkarakter. Pendidikan karakter jelas membutuhkan guru-guru dengan sifat dan nialai serta kualitas hidup yang baik untuk peserta didiknya.
Semoga rancangan sistem pendidikan bisa tercipta dalam usahanya untuk pendidikan karakter. Meskipun dihapuskannya nama mata pelajaran pancasila, wacana pendidikan karakter merupakan cikal bakal yang sebenarnya sudah digagas oleh presiden pertama, Soekarno, dengan istilah character building. #