Madiun, IP.News – Hasil penelusuran atau investigasi awak media Indonesia Pos Dalam Kasus ini (Proses perolehaan hak atas tanah salah satu warga Desa Rejosari Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun di duga tidak mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 189 tentang Prona Jo Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor : 4 tahun 1995 dan Peraturan Menteri Agraria Nomor : 12 tahun 2017) tidak mencari siapa yang bersalah yang memproses atau yang mengajukan Sertifikat tetapi tetap menghormati asas praduga tidak bersalah. Siapapun tidak boleh dianggap bersalah sebelum ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam memperoleh hak atas tanah atau pengajuan proses permohonan sertifikat Hak Milik, ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh Pemohon ataupun Pihak Penerbit Sertifikat Hak Atas Tanah. Antara lain : Ada bukti pembayaran pajak tahun berjalan, Ada Akte Jual Beli, Hibah, atau Waris. Ada Surat Bea Perolehan Hak Atas Tanah, Surat Riwayat Tanah Letter C. Tanah tidak dalam proses sengketa dengan Pihak Keluarga, Perusahaan, Negara atau Pihak Manapun. Ada bukti Surat Riwayat Kepemilikan Tanah.
Menurut Hasil Wawancara kepada Sumber Sebagai Pelapor Inisial SMS / Ny. NN saat di temui di rumahnya menjelaskan bahwa awalnya Sdr. SMS punya tunggakan pinjaman di Koperasi / Bank sekitar Rp. 16.500.000 (Enam Belas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dilunasi oleh Sdr. SWJ yang masih ada hubungan dengan keluarga dimana Istri SWJ kakak kandung Istri dari SMS yang beralamat satu RT dan Desa yang sama.
Antara Sdr. SMS dan SWJ sebelum melunasi hutang / menutup hutang ada kesepakatan kalau uang sejumlah tersebut diatas, diganti dengan 13 Pohon Jati, yang terletak di belakang rumah SMS. Yang nilainya menurut Ybs sekitar Rp. 25.000.000 (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).
Masih menurut SMS, istri SWJ melunasi hutang tersebut tanpa ada permintaan dari SMS. Pada waktu itu SMS dipanggil kerumah istri SWJ untuk dibayar hutang – hutangnya dan diantar oleh anak SWJ ke Bank dan Koperasi untuk membayarkan atau menutup hutangnya.
Dengan beberapa kali pembayaran sejumlah Rp. 16.500.000. Setelah beberapa tahun SWJ dan keluarganya menagih hutang setelah dikonfirmasi kan sudah dikasih Pohon Jati 13 Batang, kenapa masih menagih uang? Alasan yang nagih karena uang itu juga uang pinjaman kata SWJ. Jadi tidak cukup kalau hanya dikasih Pohon Jati, kemudian SMS dan Istrinya membayar 2x Rp. 15.000.000 + Rp. 1.500.000 Total Rp. 16.000.0000.
Masih menurut Ny. SMS sudah dikasih uang tetap minta terus kepada SMS sampai sejumlah Uang Rp. 30.000.000 (Tiga Puluh Juta Rupiah). Waktu itu yang menerima anak SWJ namanya AR, dan memberi kwintasi yang menulis AR anak SWJ sejumlah uang tersebut.
Dalam keterangan ditulis membayar tanah. Seharusnya membayar hutang. Ny. SMS minta ganti kwintasi karena salah tidak ditanggapi oleh SWJ / anaknya AR.
Masih menurut SMS, SWJ sudah dikasih uang Rp. 30.000.000, SWJ minta tanah SMS yang menjadi sengketa keluarga. Lokasi tanah di belakang rumah SMS. Dimana tanah tersebut saat ini masih dikuasai SMS dan yang membayar pajak bumi dan bangunan masih SMS.
Sewaktu SWJ minta tanah dijawab oleh SMS “tidak bisa kalau minta tanah, karena saya sudah membayar hutang Rp. 30.000.000, 2 kali lipat dari pelunasan hutang di Koperasi. Disamping itu tanah dibelakang rumah asalnya Tanah Waris dari Alm. Matsalim (Bapak Kandung dari suami SMS) yang masih tercatat dalam Buku Letter C Desa No. F.23 atas nama Alm. Matsalim.
Karena ada sengketa dalam keluarga SMS dan keluarganya membawa kasus ini ke Pihak Desa. Untuk mencari penyelesaian namun tidak menemukan hasil. Dan juga melaporkan kasus ini ke Polres Madiun. Pihak Desa dalam hal ini sudah memanggil masing – masing Pihak.
Untuk mencari solusi yang terbaik. Hasil laporan dari Polres Madiun sesuai dengan pemberitahuan tertulis kepada Pihak pelapor, dihentikan penyelidikan karena belum ditemukan bukti – bukti telah terjadi delik Pidana. Selanjutnya Pihak Pelapor mengajukan pengaduan ke Pihak BPN Kabupaten Madiun, melalui Kuasa Hukum SMS.
Masih menurut penelusuran Awak Media Indonesia Pos, pada waktu itu menemui Pihak Perangkat Desa di Ruang kerja Kepala Desa dan Sekretaris Desa. Pada saat diwawancarai Media Indonesia Post, Kepala Desa dan Sekretaris menyatakan tidak ada catatan – catatan di Buku Desa Letter C telah terjadi jual beli tanah / Hibah atas nama SMS dan SWJ.
Dan pada waktu Lurah saat ini belum menjabat dan proses permohonan Prona yang menangani masih pejabat yang lama. Dan sekretaris yang saat ini menjabat waktu itu masih Pj. Mengatakan waktu itu yang memproses permohonan Tim dari Desa termasuk Sekdes yang sekarang. Dan yang membawa permohonan sertifikat Kasun Koirudin (Alm).
Masih menurut hasil wawancara dengan Pihak SWJ dan Keluarganya yang di jawab oleh anaknya AR katanya ini sebenarnya urusan dari Alm. Ibunya / Ny. SWJ namun sebelum meninggal berpesan kalau tanah yang dibeli Ibunya kalau nanti anaknya SMS minta lagi supaya dikasih separo, dan SWJ / AR saat diwawancarai ditanya waktu membeli tanah kepada SMS, apa ada kwintasi jual beli yang ditanda tangani oleh SMS sama saksi – saksi Pihak SWJ dan anaknya menjawab “tidak ada kwintasi” atau akte jual beli.
Karena dari awal sebenarnya tujuannya menolong keluarga SMS dari lilitan hutang, sehingga hanya percaya saja menyerahkan uang tidak ditulis dalam kwintasi. Dan menurut keterangan anaknya seandainya alm. Ibunya masih ada tidak mungkin terjadi masalah seperti ini.
Masih menurut keluarga SWJ, saat ditanya Media “Bagaimana caranya bisa dapat sertifikat?” dijawab oleh anak SWJ “waktu itu menyerahkan sepenuhnya proses sertifikat kepada kasun Rejosari, atas nama Koirudin (Alm)”.
Pada saat kuasa hukum mengadukan kasus ini ke Pihak BPN Kabupaten Madiun diadakan Mediasi masing – masing Pihak dipanggil , dimana dua kali Mediasi tidak ada titik temu. Pengadu merasa tidak jual tanah dan teradu merasa membeli tanah. Namun dalam Mediasi kedua, dari Pihak Teradu mengatakan kalau memang tanah mau diminta sertifikat juga akan diserahkan, namun karena tanah sudah dibeli supaya dibeli kembali dengan harga yang sewajarnya.
Karena dulu sudah keluar uang untuk membayar tanah dan saksi – saksinya ada kalau tanah sudah dibeli (Menurut Jawaban dari Teradu saat Mediasi di BPN Kabupaten Madiun). Dan saat itu juga Pihak Pengadu menjawab, tidak mau membeli karena tidak merasa menjual.
Dari Pihak BPN Kabupaten Madiun waktu itu dihadiri Kepala Bagian Sengketa / yang mewakili.
Juga menyarankan supaya masing – masing Pihak berkata jujur. Karena sebagai Umat Islam kalau berbohong dalam Urusan Tanah ada sanksi berat akan dikalungi Tujuh Lapis Bumi di lehernya, siapa yang curang dalam urusan ini.
Waktu itu dalam Mediasi juga dari Pihak BPN menanyakan kepada masing – masing Pihak, dalam urusan ini apa berani disumpah? Pihak Pengadu menjawab “Saya berani bersumpah, memang saya tidak pernah menjual tanah kepada Pihak keluarga SWJ.” Karena sudah 2 kali Mediasi di BPN tidak ada titik temu untuk damai, Pihak BPN Kabupaten Madiun memberi kesempatan Mediasi sekali lagi. Dan dari Pihak BPN juga menyampaikan dalam Mediasi ini tidak mencari siapa yang bersalah, Tetapi mencari solusi kekeluargaan (Kalau mencari siapa yang keliru, nanti di Pengadilan Negeri). ———-Bersambung. (Susanto)